Seorang anak bernama Ishak, umur 11 tahun dari Papua berdiri di hadapan sekitar 600 orang pemimpin gereja dari berbagai sinode, pada acara Future Impact yang digelar pada bulan November 2010 silam. Sesi di mana Ishak dan beberapa temannya harus berbicara merupakan sesi talkshow, dimana anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia mengajukan pertanyaan dan keluhan langsung kepada para pemimpin sinode gereja. Ishak berkata, “Pak, di gereja kami, saat sekolah minggu, saya sering tidur karena saya bosan sekali. Saya tidak mengerti bahasa mereka!” Awalnya gelombang tawa memenuhi ruangan saat mendengar perkataan Ishak, namun sejurus kemudian tawa itu lenyap tanpa bekas, serta menciptakan satu tanda seru: Gereja Tuhan di Indonesia serta dunia sedang terancam kehilangan generasi. Hampir tanpa kecuali, satu per satu pemimpin sinode yang hadir berdiri dan berpidato. Isinya? Mempromosikan program-program gereja mereka, mempromosikan denominasi mereka, menggurui anak-anak, serta kalimat-kalimat yang menunjukkan betapa pengertian dan pandangan pemimpin gereja ini telah terputus dari generasi ini.
Sebuah Generasi yang berbeda
Pasca milenial baru merupakan generasi yang lain dari pada yang lain. Dalam sjarah manusia belum pernah ada generasi seperti ini. Generasi ini bisa dihitung dari orang-orang yang lahir sejak tahun 1996 sampai 2016. Mereka ini adalah ‘native digital generation’, atau generasi yang asli digital, lahir di tengah-tengah revolusi digital yang telah dan sedang melanda dunia. Bagaikan sebuah gelombang tsunami, revolusi di dunia digital ini sedang menyapu pasca Milenial baru ke dalam berbagai perubahan yang fundamental, dan tidak ada yang dapat menahan gelombang tersebut. Inilah jaman dimana saudara dan saya hidup saat ini.
Berbagai jejaring sosial seperti facebook, dan twitter, dan komunikasi mobil seperti BBM dari Blackberry, Yahoo Messenger, dan sebagainya begitu kuat menguasai waktu anak-anak kita. Belum cukup di situ, mereka memiliki playstation, PSP, Wii, dan berbagai games di jaringan internet. Dan jangan lupa TV, yang isinya 70-80% adalah konsumsi yang kurang layak. Dari computer di rumah sampai handphone di tangan, anak kita sibuk, dan begitu ‘multi-tasking’ sebagaimana orang tua mereka menarik nafas, begitu alami dan otomatis. Sambil mendengarkan music, nonton TV, main laptop atau handphone atau dua-duanya, sambil menjawab pertanyaan orang tua! Seperti itulah Pasca Milenial baru. Bahkan riset mulai memperlihatkan bahwa dalam jaringan otak merekapun secara fisik kelihatannya ada bedanya dengan kita! Saya sering berjumpa dengan para orang tua yang merasa kewalahan dengan anak mereka. Anak-anak paling sering ingin di rumah saja, menolak untuk pergi bersama orang tua.
Kekuatan dari piranti elektronik modern
Paling sering, orang tua memberi gadgets kepada anak-anak mereka tanpa mengetahui kekuatan dari benda-benda tersebut. Contohnya, handphone. Saat ini handphone biasa saja sudah bisa akses internet. Anda mengira anak Anda sedang sms-an? Tanpa Anda ketahui, dia bisa saja sedang mengakses internet secara bebas tanpa setahu Anda. Artikel di Kompas bulan Desember 2010 mengatakan bahwa riset menunjukkan bahwa 90% dari anak-anak ibukota yang melihat pornografi, melihatnya di ‘gadgets’ yang diberikan orang tua mereka! Orang tua sering ‘menyerah’, dan memberikan mereka gadgets yang diminta, tanpa aturan, dan tanpa mengerti kapasitas dari alat tersebut.
Kemampuan teknologi terus berkembang pesat, dan kita bisa memprediksi dengan mudah bahwa teknologi akan semakin menguasai hidup setiap kita. Bagi anak-anak kita, teknologi adalah bagian dari hidup, dan mereka mengalir di dalam setiap teknologi baru sebagai suatu yang sangat wajar atau biasa saja.
‘Pandangan dunia’ anak kita sedang berubah
Kini anak kita berkomunikasi secara berbeda, berpikir secara berbeda. Pengaruh-pengaruh yang menyerbu mereka sejak bangun tidur sampai tidur malam pada akhirnya akan membentuk sutut pandan dan pola pikir mereka. Melalui sekolah, teman, jejaring sosial, media TV, internet, mereka diserbu berbagai pengaruh dan suara. ‘Pengaruh’ itulah yang amha penting dalam kehidupan anak, dan siapa bersuara paling keras akan memiliki pengaruh terkuat. Kita berada dalam perlombaan ‘Lomba Pengaruh’. Pialanya adalah masa depan anak kita. Pandangan dunia mereka menentukan segalanya, karena apa yang mereka putuskan di masa depan akan diputuskan berdasarkan pandangan dunia yang mereka miliki yang dibentuk dari sekarang.
Kebutuhan mendesak agar gereja memenuhi peranan ilahi
Yesus berkata dalam Yohanes 8:32, “Engkau akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu (yang engkau kenal) akan memerdekakan engkau”! kalu generasi ini mengenal kebenaran, mereka akan hidup merdeka, dan menjadi generasi yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dan besar bagi Tuhan di tengah-tengah generasinya. Bagaimana mereka bisa mengenal kebenaran ini? Ulangan 11:2,19,21 menjelaskan tugas kita: Pertama, mengenalkan mereka kepada Tuhan. Kedua yang tak kalah pentingnya adalah, memuridkan mereka! Tuhan menceritakan kepada umat Israel caranya: kita harus memberikan teladan sebuah gaya hidup ilahi kepada generasi di bawah kita, sampai itu menjadi gaya hidup mereka (Ulangan 11:19-20). Tanpa kita mengingatkan mereka, menunjukkan kepada mereka, bercerita dan mengajarkan kepada mereka, berarti kita belum melakukan tugas kita. Bagi Tuhan, anak-anak adalah sebuah fokus yang amat penting. Generasi ini harus dimuridkan! Pemuridan berbicara tentang membentuk dan mendidik, sehingga karakter seseorang menjadi sama seperti gurunya. Hal ini bisa dihasilkan, apabila dilakukan setiap hari dan secara terus-menerus. Seorang murid terbentuk melalui komitmen dan jerih lelah seorang guru.
Siapakah guru yang bertugas ’memuridkan’ generasi ini?
1. Guru utama dalam kehidupan anak-anak kita adalah para orang tua
Siapa yang membelikan mereka seragam, membayar sekolah, dan memasak makanan untuk anak? Orang tua! Jam jaga milik orang tua adalah sepanjang malam, sepanjang hari kecuali jam sekolah, dan termasuk di dalamnya adalah hari Sabtu dan Minggu. Di Indonesia kita sering bergantung pada suster untuk memelihara anak kita, justru di tahun-tahun emas anak kita. Para suster yang tidak memiliki nilai-nilai yang kita miliki, namun kita ijinkan bertahun-tahun mengurus anak kita. Apakah kita harus heran saat mereka tumbuh dewasa, mereka seolah-olah tidak memiliki DNA dari nilai-nilai kita? Mereka telah menyerap nilai-nilai orang lain, dimuridkan oleh seorang suster yang bahkan tak jarang berbeda iman dengan kita. Kita mengirim mereka untuk les berjam-jam setiap hari, seolah-olah ’pintar’ dan ’berkarakter’ adalah dua ciri yang seimbang. Atau orang tua melepaskan mereka kepada berbagai media elektronik dan digital tanpa penjagaan yang cukup baik. Kemudian kita seolah-olah terkejut saat mengetahui anak kita adalah korban pornografi dan pergaulan yang buruk lewat internet. Padahal, orang tua sendiri lalai dan tidak giat untuk terlibat penuh dalam kehidupan anaknya.
Para orang tua, tanggung jawab membentuk generasi ada pada Anda! Gereja Anda mendukung atau tidak, Anda merasa jago atau tidak, kerja atau tidak, punya suster atau tidak, anak-anak Anda adalah tanggung jawab yang sangat serius yang dipercayakan oleh Tuhan kepada Anda. Berhentilah menyalahkan jaman, teknologi, sekolah atau gereja, atau orang lain, lalu bangkitlah dan mulai lakukan tugas Anda.
2. Pengaruh terbesar kedua dalam kehidupan anak kita adalah teman-temannya, dan komunitas yang dia miliki
Mulai umur 12-13 tahun, teman-teman dan komunitas anak menjadi sangat berpengaruh dalam hidup mereka. Karena itu, kita perlu tahu siapa teman mereka dan komunitas mereka seperti apa? Di sini peran gereja menjadi begitu penting. Saat Anda mencari gereja, salah satu faktor terpenting adalah, anak-anak di gereja itu memiliki komunitas seperti apa? Bukan hanya sekolah minggu, tetapi setelah itu? Ini penting, karena dari situ anak-anak Anda akan dimuridkan, bukan hanya di kelas sekolah minggu.
Anak-anak kita memilih temannya sendiri. Tetapi seharusnya dari orang tua dia menyerap hikmat dan pengertian dalam hal bagaimanakah dia harus berteman dan dengan orang seperti apa.
3. Seharusnya, pengaruh terbesar ketiga dalam hidup anak kita adalah gereja kita dan komunitas orang percaya
Gereja seharusnya memiliki strategi dan rencana untuk melibatkan anak dan remaja dalam komunitas iman dengan tiga tujuan utama: Mengajar mereka sebagai murid Kristus, melatih mereka untuk melayani Kristus dan melepaskan mereka untuk melayani generasi yang lain, dan menjadi utusan Kristus bagi generasi mereka. Gereja akan memiliki pengaruh terhadap generasi apabila anak bukan hanya obyek, melainkan subyek bagi gereja.
Kemudian gereja harus mempunyai strategi untuk memperlengkapi keluarga, terutama orang tua untuk berperan secara penuh dan berpengaruh dalam kehidupan anaknya, tentu dengan tujuan memuridkan anak-anaknya agar mereka memiliki DNA atau pandangan dunia yang ilahi. Jika gereja tidak giat mengajar orang tua, tidak akan lama lagi gereja itu akan seperti gereja-gereja di barat, yang lahir dalam api kebangunan rohani, tetapi kemudian mati dan hanyut dalam kenyamanan dan tradisi.
Gereja memang sedang mengalami krisis, dan ada kemungkinan kita akan kehilangan sebuah generasi. Namun, bila kita bangkit dan bertindak, maka Firman Tuhan mengatakan bahwa bagi kita tidak ada yang mustahil! (disarikan dari: Charisma Indonesia, edisi April-Mei 2011)
Sebuah Generasi yang berbeda
Pasca milenial baru merupakan generasi yang lain dari pada yang lain. Dalam sjarah manusia belum pernah ada generasi seperti ini. Generasi ini bisa dihitung dari orang-orang yang lahir sejak tahun 1996 sampai 2016. Mereka ini adalah ‘native digital generation’, atau generasi yang asli digital, lahir di tengah-tengah revolusi digital yang telah dan sedang melanda dunia. Bagaikan sebuah gelombang tsunami, revolusi di dunia digital ini sedang menyapu pasca Milenial baru ke dalam berbagai perubahan yang fundamental, dan tidak ada yang dapat menahan gelombang tersebut. Inilah jaman dimana saudara dan saya hidup saat ini.
Berbagai jejaring sosial seperti facebook, dan twitter, dan komunikasi mobil seperti BBM dari Blackberry, Yahoo Messenger, dan sebagainya begitu kuat menguasai waktu anak-anak kita. Belum cukup di situ, mereka memiliki playstation, PSP, Wii, dan berbagai games di jaringan internet. Dan jangan lupa TV, yang isinya 70-80% adalah konsumsi yang kurang layak. Dari computer di rumah sampai handphone di tangan, anak kita sibuk, dan begitu ‘multi-tasking’ sebagaimana orang tua mereka menarik nafas, begitu alami dan otomatis. Sambil mendengarkan music, nonton TV, main laptop atau handphone atau dua-duanya, sambil menjawab pertanyaan orang tua! Seperti itulah Pasca Milenial baru. Bahkan riset mulai memperlihatkan bahwa dalam jaringan otak merekapun secara fisik kelihatannya ada bedanya dengan kita! Saya sering berjumpa dengan para orang tua yang merasa kewalahan dengan anak mereka. Anak-anak paling sering ingin di rumah saja, menolak untuk pergi bersama orang tua.
Kekuatan dari piranti elektronik modern
Paling sering, orang tua memberi gadgets kepada anak-anak mereka tanpa mengetahui kekuatan dari benda-benda tersebut. Contohnya, handphone. Saat ini handphone biasa saja sudah bisa akses internet. Anda mengira anak Anda sedang sms-an? Tanpa Anda ketahui, dia bisa saja sedang mengakses internet secara bebas tanpa setahu Anda. Artikel di Kompas bulan Desember 2010 mengatakan bahwa riset menunjukkan bahwa 90% dari anak-anak ibukota yang melihat pornografi, melihatnya di ‘gadgets’ yang diberikan orang tua mereka! Orang tua sering ‘menyerah’, dan memberikan mereka gadgets yang diminta, tanpa aturan, dan tanpa mengerti kapasitas dari alat tersebut.
Kemampuan teknologi terus berkembang pesat, dan kita bisa memprediksi dengan mudah bahwa teknologi akan semakin menguasai hidup setiap kita. Bagi anak-anak kita, teknologi adalah bagian dari hidup, dan mereka mengalir di dalam setiap teknologi baru sebagai suatu yang sangat wajar atau biasa saja.
‘Pandangan dunia’ anak kita sedang berubah
Kini anak kita berkomunikasi secara berbeda, berpikir secara berbeda. Pengaruh-pengaruh yang menyerbu mereka sejak bangun tidur sampai tidur malam pada akhirnya akan membentuk sutut pandan dan pola pikir mereka. Melalui sekolah, teman, jejaring sosial, media TV, internet, mereka diserbu berbagai pengaruh dan suara. ‘Pengaruh’ itulah yang amha penting dalam kehidupan anak, dan siapa bersuara paling keras akan memiliki pengaruh terkuat. Kita berada dalam perlombaan ‘Lomba Pengaruh’. Pialanya adalah masa depan anak kita. Pandangan dunia mereka menentukan segalanya, karena apa yang mereka putuskan di masa depan akan diputuskan berdasarkan pandangan dunia yang mereka miliki yang dibentuk dari sekarang.
Kebutuhan mendesak agar gereja memenuhi peranan ilahi
Yesus berkata dalam Yohanes 8:32, “Engkau akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu (yang engkau kenal) akan memerdekakan engkau”! kalu generasi ini mengenal kebenaran, mereka akan hidup merdeka, dan menjadi generasi yang melakukan perbuatan-perbuatan ajaib dan besar bagi Tuhan di tengah-tengah generasinya. Bagaimana mereka bisa mengenal kebenaran ini? Ulangan 11:2,19,21 menjelaskan tugas kita: Pertama, mengenalkan mereka kepada Tuhan. Kedua yang tak kalah pentingnya adalah, memuridkan mereka! Tuhan menceritakan kepada umat Israel caranya: kita harus memberikan teladan sebuah gaya hidup ilahi kepada generasi di bawah kita, sampai itu menjadi gaya hidup mereka (Ulangan 11:19-20). Tanpa kita mengingatkan mereka, menunjukkan kepada mereka, bercerita dan mengajarkan kepada mereka, berarti kita belum melakukan tugas kita. Bagi Tuhan, anak-anak adalah sebuah fokus yang amat penting. Generasi ini harus dimuridkan! Pemuridan berbicara tentang membentuk dan mendidik, sehingga karakter seseorang menjadi sama seperti gurunya. Hal ini bisa dihasilkan, apabila dilakukan setiap hari dan secara terus-menerus. Seorang murid terbentuk melalui komitmen dan jerih lelah seorang guru.
Siapakah guru yang bertugas ’memuridkan’ generasi ini?
1. Guru utama dalam kehidupan anak-anak kita adalah para orang tua
Siapa yang membelikan mereka seragam, membayar sekolah, dan memasak makanan untuk anak? Orang tua! Jam jaga milik orang tua adalah sepanjang malam, sepanjang hari kecuali jam sekolah, dan termasuk di dalamnya adalah hari Sabtu dan Minggu. Di Indonesia kita sering bergantung pada suster untuk memelihara anak kita, justru di tahun-tahun emas anak kita. Para suster yang tidak memiliki nilai-nilai yang kita miliki, namun kita ijinkan bertahun-tahun mengurus anak kita. Apakah kita harus heran saat mereka tumbuh dewasa, mereka seolah-olah tidak memiliki DNA dari nilai-nilai kita? Mereka telah menyerap nilai-nilai orang lain, dimuridkan oleh seorang suster yang bahkan tak jarang berbeda iman dengan kita. Kita mengirim mereka untuk les berjam-jam setiap hari, seolah-olah ’pintar’ dan ’berkarakter’ adalah dua ciri yang seimbang. Atau orang tua melepaskan mereka kepada berbagai media elektronik dan digital tanpa penjagaan yang cukup baik. Kemudian kita seolah-olah terkejut saat mengetahui anak kita adalah korban pornografi dan pergaulan yang buruk lewat internet. Padahal, orang tua sendiri lalai dan tidak giat untuk terlibat penuh dalam kehidupan anaknya.
Para orang tua, tanggung jawab membentuk generasi ada pada Anda! Gereja Anda mendukung atau tidak, Anda merasa jago atau tidak, kerja atau tidak, punya suster atau tidak, anak-anak Anda adalah tanggung jawab yang sangat serius yang dipercayakan oleh Tuhan kepada Anda. Berhentilah menyalahkan jaman, teknologi, sekolah atau gereja, atau orang lain, lalu bangkitlah dan mulai lakukan tugas Anda.
2. Pengaruh terbesar kedua dalam kehidupan anak kita adalah teman-temannya, dan komunitas yang dia miliki
Mulai umur 12-13 tahun, teman-teman dan komunitas anak menjadi sangat berpengaruh dalam hidup mereka. Karena itu, kita perlu tahu siapa teman mereka dan komunitas mereka seperti apa? Di sini peran gereja menjadi begitu penting. Saat Anda mencari gereja, salah satu faktor terpenting adalah, anak-anak di gereja itu memiliki komunitas seperti apa? Bukan hanya sekolah minggu, tetapi setelah itu? Ini penting, karena dari situ anak-anak Anda akan dimuridkan, bukan hanya di kelas sekolah minggu.
Anak-anak kita memilih temannya sendiri. Tetapi seharusnya dari orang tua dia menyerap hikmat dan pengertian dalam hal bagaimanakah dia harus berteman dan dengan orang seperti apa.
3. Seharusnya, pengaruh terbesar ketiga dalam hidup anak kita adalah gereja kita dan komunitas orang percaya
Gereja seharusnya memiliki strategi dan rencana untuk melibatkan anak dan remaja dalam komunitas iman dengan tiga tujuan utama: Mengajar mereka sebagai murid Kristus, melatih mereka untuk melayani Kristus dan melepaskan mereka untuk melayani generasi yang lain, dan menjadi utusan Kristus bagi generasi mereka. Gereja akan memiliki pengaruh terhadap generasi apabila anak bukan hanya obyek, melainkan subyek bagi gereja.
Kemudian gereja harus mempunyai strategi untuk memperlengkapi keluarga, terutama orang tua untuk berperan secara penuh dan berpengaruh dalam kehidupan anaknya, tentu dengan tujuan memuridkan anak-anaknya agar mereka memiliki DNA atau pandangan dunia yang ilahi. Jika gereja tidak giat mengajar orang tua, tidak akan lama lagi gereja itu akan seperti gereja-gereja di barat, yang lahir dalam api kebangunan rohani, tetapi kemudian mati dan hanyut dalam kenyamanan dan tradisi.
Gereja memang sedang mengalami krisis, dan ada kemungkinan kita akan kehilangan sebuah generasi. Namun, bila kita bangkit dan bertindak, maka Firman Tuhan mengatakan bahwa bagi kita tidak ada yang mustahil! (disarikan dari: Charisma Indonesia, edisi April-Mei 2011)